Masyarakat Madani dan Civil Society

 Madani berasal dari kata Madinah atau mudun yang artinya kota atau perkotaan, sehingga masyarakat Madani, maksudnya adalah masyarakat yang memiliki ciri-ciri masyarakat perkotaan, artinya bukan masyarakat yang terbelakang, masyarakat yang tidak berpendidikan, masyarakat yang tidak berkemajuan, tapi masyarakat Madani adalah masyarakat yang berpendidikan sebagaimana Madinah, ketika nabi datang ke tempat tersebut dijadikan sebagai masyarakat yang maju. Di dalam Islam kita tahu bagaimana begitu banyak ayat yang menganjurkan agar menuntut ilmu dan mengembangkan dunia pendidikan. Karenanya, kalau ada yang menyamakan antara masyarakat Madani dengan civil society, mungkin memang ada kesamaan, tapi banyak perbedaan. Bangsa barat mengatakan civil society sebagai sebuah masyarakat yang maju. Kita harus memperhatikan misalnya apa yang dimaksud dengan masyarakat berperadaban. Kalau kita lihat negara-negara barat yang mengaku dirinya sebagai masyarakat yang berperadaban, mungkin secara ekonomi, secara kedisiplinan, iya, tapi dari sisi lain, misalnya dari sisi ekonomi, tidak, bagaimana hubungan mereka dengan keluarga, dengan tetangga, contohnya kita lihat besarnya masyarakat Australia yang dimana rumah mereka berjauhan antara satu dengan yang lainnya, beda dengan masyarakat kita, justru dalam Islam kita sangat dianjurkan untuk berbuat baik kepada tetangga. Misalnya juga Jepang yang dikenal sebagai masyarakat yang disiplin tinggi, tapi sampai hari ini tingkat bunuh diri di Jepang itu masih sangat tinggi. Sehingga konsep masyarakat Madani dalam Islam dengan civil society versi barat itu berbeda. Karena masyarakat Madani dalam Islam, acuannya adalah Al-Qur'an. Mungkin kalau kita lihat misalnya ayat Al-Qur'an, dalam hal ini kita akan bertemu dengan cerminan masyarakat Madani yang merujuk pada masyarakat yang disebutkan dalam Al-Qur'an, misalnya negeri Saba. Allah SWT menjelaskan masyarakat Saba, dalam Surat Saba ayat 15, 

لقد كان لسبا في مسكنهم أية جنتان عن يمين و شمال كلوا من رزق ربكم و اشكروا له بلدة طيبة و رب غفور 

Yang artinya, sungguh, bagi kaum Saba ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. 

Jadi gambaran masyarakat Madani itu sebuah tanah / tempat yang nyaman, subur, dan baldatun Thoyyibah negeri yang baik, wa Robbun Ghofur mendapatkan ampunan dari Tuhan. Kalau kita lihat Indonesia, sangatlah berpeluang menjadi masyarakat Madani, dimana kekayaan alamnya berlimpah, tinggal bagaimana SDM kita sesuai dengan tuntunan wahyu Allah SWT. Kemudian berlanjut ke kesejahteraan ummat, bahwa Islam melarang umatnya, tidak menganjurkan umatnya menjadi orang yang miskin. Dalam doa keseharian, kita sering melantunkan doa Allahumma inni a'udzubika minal kufri wal faqri, yang artinya, ya Allah aku berlindung kepada Mu dari kekufuran dan kefakiran. Imam Ali bin Abi Thalib sangat membenci kefakiran sampai mengatakan لو كان الفقر رجلا لقتلته yang artinya andai kefakiran itu seorang laki-laki maka akan aku bunuh. 

Kita lihat bagaimana nabi dan para sahabat, mereka adalah orang-orang yang mampu secara finansial, walaupun pada akhir hayatnya Nabi cenderung hidup sederhana, dan itu pilihan, yang artinya tentu beda antara miskin dan Zuhud. Miskin itu keterpaksaan karena tidak ada pilihan, tapi Zuhud itu suatu sikap menghindari kekayaan. Islam tidak menganjurkan umatnya menjadi orang miskin tapi menganjurkan untuk Zuhud. Sebagaimana kita dianjurkan untuk berdoa Allahumma ikfinaa bi halaalika 'an haraamika wa aghninaa bi fadhlika 'amman siwaak. Di dalam hadits nabi bersabda ان الله يحب العبد التقي الغني الخفي. Sehingga kalau kita merujuk pada firman Allah kita tidaklah dilarang menjadi orang yang kaya, menjadi orang yang mampu, karena harta itu tergantung siapa yang memegangnya. Kalau harta itu dipegang oleh penjahat, maka dia akan menggunakannya untuk kejahatan, dan sebaliknya, kalau harta itu dipegang oleh orang-orang yang Sholeh, maka dia akan bermanfaat, dia akan bangun masjid, dia akan bangun panti asuhan, dan seterusnya banyak manfaatnya. Kalau sekarang kita menjadi orang yang kaya, tinggal jadi orang yang Sholeh, kalau hari ini kita menjadi orang yang Sholeh, tinggal jadi orang yang kaya. Lalu bagaimana untuk mendapatkan kekayaan itu, banyak jalur halal diantaranya yang diajarkan Allah ialah menggeluti dunia bisnis.

Madani juga berasal dari kata tamaddud. Madani mempunyai peradaban masyarakat maju, masyarakat yang mempunyai ilmu pengetahuan, dan lebih dari pada itu masyarakat yang mempunyai kedekatan dengan Allah. Karena asal kata Madani juga terkait dengan din (dana yadnu dunuwan wa dun'yaan wa diinan). Jadi, masyarakat Madani adalah masyarakat yang dekat dengan Allah, dari kedekatan itu ada kedamaian, dari kedekatan itu juga ada kebahagiaan. Yang dekat dengan Allah ada kesuksesan dan kemajuan, karena Allah pemilik ilmu, pemilik peradaban, pemilik segalanya. Maka disebut masyarakat Madani kalau sudah mendapatkan nilai-nilai itu. Maka dari itu, saat dulu Indonesia merdeka diwujudkan dasar-dasar negara, dibuatlah piagam Jakarta, yang mengambil referensi piagam Madinah.

Perbedaan masyarakat Madani dan civil society,

1. Masyarakat Madani berasal dan merujuk pada tradisi Arab Islam pada zaman nabi Muhammad, sedangkan civil society merujuk pada tradisi barat non Islam.

2. Masyarakat Madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk ilahi, sedangkan civil society ialah hasil dari modernitas, sedangkan modernitas adalah sebuah gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewarganegaraan